![]() |
Lebih dari 50 negara tinggalkan dolar AS dan mulai gunakan yuan, rupee, dan rubel. Dedolarisasi kian nyata, dipimpin BRICS dan kerja sama ekonomi global. (REUTERS/Dado Ruvic) |
Perdagangan global sedang mengalami perubahan besar. Lebih dari 50 negara mulai meninggalkan dominasi dolar Amerika Serikat (AS) dalam transaksi internasional, dan beralih ke mata uang lokal seperti yuan China, rupee India, dan rubel Rusia. Tren dedolarisasi ini, yang didorong oleh kerja sama negara-negara BRICS, mencerminkan upaya untuk membangun sistem keuangan global yang lebih mandiri dan tidak terpusat pada satu kekuatan saja.
Di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dan kekhawatiran atas penggunaan dolar sebagai alat tekanan politik, langkah ini menjadi strategi yang tak hanya bersifat ekonomi, tapi juga politis.
Dedolarisasi paling terlihat di sektor energi dan pertahanan. Contohnya, India kini membeli minyak dari Rusia menggunakan rupee, langsung ke perusahaan Rosneft tanpa melibatkan sistem pembayaran berbasis dolar.
Dalam bidang pertahanan, Rusia memasok sekitar dua pertiga kebutuhan militer India, dan transaksi kini dilakukan dalam mata uang lokal. Volume perdagangan antara kedua negara naik drastis, dari USD13 miliar pada 2021-2022 menjadi USD27 miliar di tahun berikutnya.
Sebagian besar transaksi tersebut menggunakan yuan, rupee, dan rubel, khususnya untuk kebutuhan energi dan teknologi.
Di Timur Tengah, Arab Saudi memperbarui kesepakatan tukar-menukar mata uang dengan China. Ini membuka peluang besar bagi perdagangan minyak dalam yuan, yang dianggap sebagai ancaman serius terhadap dominasi sistem petrodolar.
Sementara itu, di kawasan Persemakmuran Negara-Negara Merdeka (CIS), lebih dari 85% transaksi lintas batas kini dilakukan dengan mata uang nasional masing-masing, memperkuat arah dedolarisasi.
Negara-negara BRICS—yang kini terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, serta anggota baru seperti Mesir, Ethiopia, Iran, UEA, dan Indonesia—berperan besar dalam menggerakkan dedolarisasi.
Dalam KTT BRICS di Kazan pada 2024, para pemimpin sepakat untuk memperkuat perdagangan dan penyelesaian transaksi dalam mata uang lokal.
Untuk mendukung ini, BRICS mengembangkan BRICS Pay, sistem pembayaran berbasis blockchain yang memungkinkan transaksi lintas negara tanpa bergantung pada jaringan keuangan Barat seperti SWIFT.
Menurut Modern Diplomacy (27 Maret 2025), BRICS Pay menjadi solusi bagi negara-negara yang ingin menghindari risiko sanksi ekonomi. Sistem ini menawarkan fleksibilitas dan kemandirian dalam menghadapi ketidakpastian global.
Banyak pemimpin dunia menyuarakan keprihatinan atas dominasi dolar. Presiden Rusia Vladimir Putin menilai penggunaan dolar sebagai alat geopolitik sebagai “kesalahan besar.”
Dalam KTT BRICS di Kazan, ia menyatakan, “Kami benar-benar melihat hal ini. Saya pikir ini adalah kesalahan besar bagi mereka yang melakukannya,” seperti dikutip Sindo News (9 Juni 2025).
Presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva, juga menekankan pentingnya sistem global yang lebih adil. Ia menyebut multilateralisme sebagai satu-satunya jalan untuk melawan polarisasi dan dominasi sepihak dalam ekonomi global.
Dedolarisasi menandai pergeseran menuju tatanan ekonomi dunia yang lebih beragam. Data dari South China Morning Post menunjukkan, penggunaan yuan dalam perdagangan lintas negara melonjak 21,1% pada 2024 dan mencapai USD5,9 triliun.
Namun, tantangan tetap ada. J.P. Morgan menyebut bahwa dominasi dolar masih sangat kuat dan proses pergeseran ini bisa memakan waktu puluhan tahun. Hambatan teknologi dan regulasi hukum dalam penggunaan sistem seperti BRICS Pay juga masih perlu diatasi, menurut laporan dari InfoBRICS.
Meski begitu, fakta bahwa lebih dari 50 negara sudah mulai melakukan transaksi internasional tanpa dolar menunjukkan bahwa dedolarisasi bukan lagi sekadar wacana. Penggunaan yuan, rupee, dan rubel diprediksi akan terus meluas, seiring dengan penguatan kerja sama ekonomi yang lebih multipolar.
Dedolarisasi mencerminkan keinginan banyak negara untuk mengurangi ketergantungan pada satu mata uang dan membangun sistem keuangan global yang lebih inklusif.
Dengan hadirnya BRICS Pay dan semakin banyaknya perjanjian bilateral dalam mata uang lokal, dunia sedang menuju sistem perdagangan baru yang lebih seimbang.
Dedolarisasi bukan lagi wacana, melainkan kenyataan yang terus bergulir. Meskipun perjalanan ini masih panjang dan penuh tantangan, langkah-langkah yang sudah diambil menjadi penanda penting bagi masa depan ekonomi global yang lebih multipolar.
0Komentar